Selasa, 06 Januari 2015

Psikologi Islam



PSIKOLOGI ISLAM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas individu mata kuliah Pengantar Studi Islam
Dosen: Prof. Dr. M. Abdul Karim, M. A., M. A.


Disusun oleh:
Prada Galuh Wardanti
NIM.14140052
Kelas B




JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
 Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ”PSIKOLOGI ISLAM” untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Pengantar Studi Islam.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Prof. Dr. M. Abdul Karim, M. A., M. A. sebagai dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam, kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini baik itu bantuan tenaga, pikiran, dan waktunya. Serta pihak-pihak lain yang belum penulis sebutkan terima kasih atas bantuannya.
Penulis tahu bahwa makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yogyakarta, 16 Desember 2014

  Penulis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini semakin berkembang pesat. Terutama tentang psikologi, para tokoh Islam ataupun tokoh dari Barat sangat semangat dalam memperjuangkan ilmu psikologi untuk mewujudkan psikologi sebagai ilmu yang independen. Dalam konsep Islam, kaum Muslim dalam memperjuangkan ajaran agama Islam dapat melahirkan psikologi Islam sebagai cabang ilmu baru dari ilmu psikologi. Psikologi Islam muncul karena adanya pengaruh dari psikologi Barat yang mendorong kaum Muslim untuk mewujudkan psikologi yang berlandaskan ajaran agama Islam.
Walaupun terbentuknya Psikologi Islam karena adanya perkembangan psikologi di Barat yaitu Psikologi Barat Kontemporer, itu bukan masalah, sebab jika di dunia ini tidak ada keterkaitan atau hubungan maka tidak akan ada proses. Jadi terbentuknya Psikologi Islam melalui proses asimilasi atau pembauran dengan pemilahan dan pemilihan dari Psikologi Barat Kontemporer menggunakan konsep-konsep sesuai agama Islam untuk mencapai kedamaian dunia dan akhirat.
Psikologi identik dengan manusia, maka dari itu dalam Psikologi Islam manusia sebagai subjek yang berhubungan dengan alam sebagai objek dan di antara keduanya ada keterkaitan dengan Yang Maha Subjek dan Yang Maha Objek yaitu Tuhan, Allah SWT.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan hakikat psikologi Islam?
2.      Bagaimana sejarah Psikologi Islam?
3.      Apa saja struktur manusia menurut Psikologi Islam?
4.      Apa saja struktur manusia menurut Psikologi Barat?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Psikologi Islam
Secara etimologis psikologi berasal dari kata psycology (bahasa Inggris), psyche (bahasa Yunani) berarti jiwa (soul, mind).[1] Dalam Islam istilah jiwa dapat dinamakan dengan al-nafs dan ada yang menyamakan dengan istilah al-rūḥ. Kata kedua adalah logos yang berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Psikologi dapat diterjemahkan dalam bahasa Arab menjadi ilmu nafs, bahkan Soekanto Mulyomartono lebih khusus menyebutkan dengan nafsiologi. Penggunaan istilah ini disebabkan objek kajian psikologi Islam adalah al-nafs, yaitu aspek psikologi pada diri manusia.
Menurut Wilhelm Wundt, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan mental, seperti pikiran, perhatian, persepsi, kemauan, dan ingatan. Plato dan Aristoteles mengemukakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Menurut John Watson, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang organisme.[2]
Kata  Islam berasal dari kata aslama yang berarti patuh atau berserah diri. Secara terminologi Islam adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kedamaian hidup di dunia dan di akhirat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi Islam adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia dalam berinteraksi di kehidupan dunia yang berpedoman pada ajaran agama Islam untuk mencapai kedamaian dunia dan akhirat.
Psikologi Islam adalah usaha membangun sebuah teori dari khazanah kepustakaan Islam, baik dari al-Quran, al-Sunnah ataupun al-Hadist. Psikologi Islam merupakan salah satu disiplin yang membantu seseorang untuk memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, kontrol diri, realisasi diri,konsep diri, citra diri, harga diri, kesadaran diri, kontrol diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri sendiri atau orang lain.
Menurut Hanna Djumhana Bastaman menjelaskan bahwa Psikologi Islam adalah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam yang mempelajari keunikan dan pola pengalaman manusia berinteraksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam keruhanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan. Menurut Baharuddin, psikologi Islam adalah sebuah aliran baru dalam dunia psikologi yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-konsepnya kepada Islam.[3]
Hakikat psikologi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kabahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[4]
Hakikat definisi Psikologi Islam mengandung tiga unsur pokok: Pertama, bahwa psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman. Hal ini tidak terlepas dari kerangka ontologi (hakikat jiwa), epistimologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam. Melalui ini akan tercipta bagian-bagian psikologi dalam Islam, seperti Psikopologi Islam, Psikoterapi Islam, Psikologi Agama Islam, dan sebagainya. Kedua, bahwa Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia. Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa al-Ruh, al-Nafs, al-Kalb, al-`Aql, al-Damir, al-Lubb, al-Fu’ad, al-Sirr, al-Fitrah, dan sebagainya. Ketiga, bahwa Psikologi Islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik. Dikatakan demikian sebab Psikologi Islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[5]

B.  Sejarah Psikologi Islam
Perkembangan tentang psikologi sudah sejak lama, sehingga mendorong umat Muslim untuk membentuk ilmu baru yang berkaitan dengan psikologi dan berlandaskan ajaran agama Islam, yaitu Psikologi Islam. Psikologi Islam ini dijadikan sebagai semangat membangkitkan dunia Islam dan menghidupkan kembali ajaran Islam dalam kehidupan.
Sejarah lahirnya psikologi Islam terjadi karena adanya persentuhan agama dengan psikologi, terdapat empat periode. Periode pertama pada abad ke-19. Tahun 1879 psikologi sebagai sains dimulai, ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) dari Universitas Leipzig di Jerman mendirikan Laboratorium untuk eksperimen dan observasi. Di periode ini persentuhan agama dan psikologi belum muncul. Periode kedua di akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, para psikolog berusaha untuk mengkaji dan menafsirkan perilaku beragama berdasar konsep dan teori psikologi. “Psikologi of Religion” (psikologi agama) sudah menjadi salah satu cabang dari psikologi dengan tokoh utama Edwin Diller Starbuck, James H. Leuba dan William James dengan tulisan-tulisan karya mereka.
Selanjutnya periode ketiga tahun 1930-1950-an, terjadi kemerosotan hubungan agama dengan psikologi, hubungan agama dengan psikologi tidak saling menghargai, menganggap dirinya masing-masing benar dan menolak kebenaran yang lain. Kemudian, periode keempat, dimulai tahun 1960-an sampai tahun 2001. Pengembangan psikologi mengarah pada usaha-usaha untuk menjadikan nilai, budaya, dan agama sebagai objek kajian psikologi dan sebagai sumber inspirasi bagi pembangunan teori-teori psikologi sehingga hubungan agama dengan psikologi bersemi kembali. Pada periode ini lahir Psikologi Humanistik dan Psikologi Transpersonal. Objek telaahan kedua psikologi ini adalah kualitas-kualitas khas kemanusiaan, berupa pikiran, perasaan, kemauan, kebebasan, kemampuan potensi luhur jiwa manusia dan lain-lain. Di sini terlihat dengan jelas hubungan yang saling mengisi dan membutuhkan antara agama dengan psikologi sehingga dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi umat Islam untuk melahirkan konsep-konsep psikologi.
Lain halnya sejarah perkembangan teori-teori psikologi di Barat, adanya beberapa aliran yang berkaitan dengan ilmu psikologi di Barat. Awalnya sebelum psikologi menjadi ilmu (sains) yang independen, sebelum tahun 1879, telah muncul analisis yang mengkaji keberadaan jiwa secara analitis-sintesis dengan menggunakan prinsip-prinsip kausalitas yaitu aliran associationism. Dengan dasar pengamatan sehingga membentuk ide-ide yang dapat dihubungkan melalui proses mekanisme assosiasi. Tokohnya adalah John Locke (1623-1704 M), James Mill (1773-1836 M).
Perkembangan selanjutnya lahir teori strukturalisme, dikemukakan pertama oleh Wilhelm Wundt (1832-1920 M). Teori ini menguraikan struktur atau susunan jiwa, terdiri atas elemen-elemen yang saling berhubungan, sehingga merumuskan bahwa jiwa adalah kesadaran.pemuka teori ini antara lain G.T. Fechner (1801-1887 M), H.L.F. Von Helmholtz (1821-1894 M), W. Wundt (1832-1920 M), dan E.B. Titchener (1867-1927 M). Lalu aliran fungsionalisme yang merupakan reaksi terhadap strukturalisme, mempelajari aktivitas tingkah laku untuk mencari fungsinya dalam hubungannya dengan lingkungan. Akhirnya ditemukan bahwa jiwa berfungsi sebagai pemeliharaan proses kelangsungan hidup, jiwa bersifat dinamis, praktis, dan pragmatis. Tokoh-tokohnya William James (1842-1910 M), John Dewey (1859-1952 M), dan E.L. Thondike (1874-1949 M).
Kemudian muncul aliran gestalt, berpendapat bahwa jiwa harus dipelajari secara totalitas. Pemuka aliran ini adalah Max Wertheimer (1880-1943 M), Kurt Koffka (1886-1941 M), dan Wolfgang Kohler (1887-1967 M). Selanjutnya teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmunt Freud (1856-1939 M) mengatakan bahwa jiwa manusia memiliki potensi diri yakni id, ego, dan super ego. Muncullah paradigma psikologi yang objektif dengan metode empirism yaitu behaviorisme. Dasarnya bahwa tingkah laku manusia sebagai manifestasi kejiwaannya merupakan respon dari stimulus yang diterimanya dari lingkungan dan teori ini lebih dikenal dengan Stimulus-Respon (S-R). Aliran behaviorisme dengan tokohnya yang terkenal antara lain Ivan Pavlov, John B. Watson, dan J. F. Skinner. Abraham Harold Maslow (1908-1970 M) mengembangkan aliran psikologi humanistik yang mengakui adanya kualitas insani dalam diri manusia berupa berpikir, abstraksi, imajinasi, perasaan, dan lain-lain. Sekitar tahun 1970 M terbentuk aliran psikologi transpersonal yang mengkaji manusia secara totalitas dengan memperhatikan empat dimensi, yaitu dimensi biologis, psikis, sosio-kultural, dan spiritual.
Tahun 1975-an, muncul kesadaran di kalangan psikolog Muslim atas paradigma yang berkembang di Barat. Adalah psikologi Islami yang didasarkan, diadopsi, di transformasikan dari konsep-konsep atau teori-teori psikologi Barat yang kemudian diislamisasikan, hasilnya dimasukkan ke dalam khazanah Islam. Penggunaan istilah Islami (dengan huruf i pada kata Islam) disebabkan ketidakpercayaan bahwa apa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan Islam atau tidak karena kerangkanya dari khazanah lain. Metode pengembangan psikologi Islami ini menggunakan metode Pragmatis.
Ada juga yang melalui metode Idealistik, yang mengutamakan penggalian psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri. Yaitu psikologi Islam (tanpa huruf i pada kata Islam) didasarkan atas nilai-nilai dasar Islam: al-Quran, Hadist, dan pemikiran para psikolog muslim. Orang Muslim seharusnya dapat membangun psikologi jauh lebih sempurna dari orang Barat karena orang Muslim memiliki pedoman dasar yaitu al-Quran dan Hadist.

C.  Struktur Manusia Menurut Al-Quran
Al-Quran merupakan pedoman dasar agama Islam yang sempurna, bisa dikatakan apa pun ada dalam al-Quran, termasuk manusia. Dalam al-Quran menjelaskan tentang manusia secara totalitas, baik fisik maupun psikis.[6] Penggolongan struktur manusia berdasarkan al-Quran yang saling berhubungan, adalah:
1.  Aspek Jismiah
Adalah aspek manusia tentang organ fisik dan biologis tubuh manusia dengan perangkat-perangkatnya. Aspek ini sangat tergantung dengan substansi aspek lain karena substansi aspek ini sebenarnya mati, yaitu al-nafs dan al-rūḥ yang menjadikannya hidup. Aspek jismiah mempunyai peranan penting untuk mengaktualisasikan fungsi aspek nafsiah dan aspek ruhaniyah.
2.  Aspek Nafsiah
Adalah keseluruhan kualitas khas manusia, berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Aspek ini merupakan persentuhan antara aspek jismiah dengan aspek ruhaniyah. Aspek ini memiiki tiga dimensi:
                       a.     Dimensi al-nafsu, adalah dimensi psikis manusia yang memiliki dua daya yaitu: daya gadab (marah) yang bertujuan untuk menghindarkan diri dari sesuatu yang membahayakan dan syahwah (senang) berpotensi untuk mencapai kesenangan.
                       b.     Dimensi al-‘aql, merupakan kualitas insāniyah pada psikis manusia yang memiliki daya mengetahui (al-‘ilm) akibat adanya fungsi pikiran, seperti tafakkur (memikirkan), al-naẓar (memperhatikan), al-i’tibār (menginterpretasikan), dan lain-lain.
                       c.     Dimensi al-qalb, berperan dalam memberikan sifat insāniyah (kemanusiaan) bagi psikis manusia. Al-qalb memiliki dua daya, yaitu memahami dan merasakan. Dilihat dari fungsinya, al-qalb mempunyai tiga fungsi. Pertama, fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta seperti: memahami (fiqh), mengetahui (‘ilm), mengingat (ẓikr), dan melupakan (gulf). Kedua, fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa seperti tenang (Ṭama’nīnah), sayang (ulfah), senang (ya’aba), kasar (galīẓ), takut (ru’b), dengki (gill), sombong (hamiyah), dsb. Ketiga, fungsi konasi yang menimbulkan daya karsa seperti berusaha (kasb).
3. Aspek Ruhaniah
Adalah aspek psikis manusia yang besifat spiritual dan transendental. Dalam aspek ruhaniah terdapat dua dimensi, yang keduanya berasal dari Allah.
a.    Dimensi al-rūḥ, bersifat illahiyah (ketuhanan) dan mempunyai daya spiritual yang menarik badan (al-jism) dan jiwa (al-nafs) menuju Allah, dengan begitu manusia memerlukan agama. Al-rūḥ diberikan kepada manusia melalui proses al-nafkh.
b.    Dimensi al-fiṭrah, bermakna suatu kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir yang membentuk identitas atau (secara agama) bahwa manusia sejak lahir telah memiliki agama bawaan secara alamiah yaitu agama tauhid, mengesakan Allah.

D.Struktur Manusia Menurut Psikologi Barat
Di sini akan dijelaskan konsep dasar Psikologi Barat atas struktur manusia.
1.    Psikologi Fisiologi (Physiological Psychology)
Psikologi Barat yang membahas manusia dari segi aspek fisik-biologis. Psikologi ini berhubungan dengan fungsi sistem dalam tubuh manusia dengan tingkah lakunya. Psikologi Fisiologi ini sama seperti dengan aspek jismiah manusia berdasarkan struktur manusia dalam al-Quran.
2.    Psikoanalisa
Sigmund Freud (1856-1939 M) adalah tokoh dari konsep ini yang berdasarkan pandangannya kepribadian manusia terdiri dari tiga sistem, yaitu id, ego, dan super ego. Id merupakan penyimpan kebutuhan manusia mendasar yang mencari pemuasan dalam realitas eksternal seperti makan, minum, istirahat. Ego membantu id mengadakan kontak dengan realitas, ego bekerja menurut prinsip realitas. Super ego merupakan nilai-nilai moral masyarakat yang ditanamkan pada diri individu. Selain itu, manusia juga memiliki tiga sistem strata, yaitu the consciousness (kesadaran), the preconsciousness (bawah sadar), dan the unconsciousness (tidak sadar). Dalam psikologi Islam, konsep ini termasuk pada aspek nafsiah yaitu dalam dimensi al-nafsu.
3.    Behaviorisme
Bahwa manusia sangat ditentukan oleh lingkungannya, manusia berperilaku disebabkan oleh lingkungan dan bertujuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Manusia menjadi determistik, tidak kreatif dan selalu menjadi objek. Jiwanya pasif ketikaberhubungan dengan lingkungan dan hanya merupakan makhluk fisik-biologis saja sehingga aspek ini termasuk dalam aspek jismah menurut al-Quran.
4.    Psikologi Humanistik
Disini muncul teori-teori personality and motivation (kepribadian dan motivasi) oleh William James (1842-1910 M) yang kemudian dikembangkan oleh Gordon W. Allport (1897-1967 M), client-centered-approarch (pendekatan yang berpusat pada klien) dalam menangani masalah terapi oleh Carl Rogers (1902-1987 M), self actualization (aktualisasi diri) oleh Abraham H. Moslow (1908-1970 M), dan teori the will to meaning (kehendak untuk hidup bermakna) oleh Victor Frankl dalam logoterapinya. Psikologi Humanistik berasumsi bahwa manusia memiliki potensi baik untuk menumbuhkan dan mengembangkan harkat dan martabat yang merupakan refleksi dari sifat-sifat pada aspek nafsiah menurut al-Quran.
5.    Psikologi Transpersonal
Psikologi ini memiliki dua hal penting yang menjadi sasaran telaah yaitu potensi luhur batin manusia (humam highest potentials) dan fenomena kesadaran manusia (humam states of consciousness), ini berhubungan dengan keruhanian dan bersifat spiritual. Psikologi Transpersonal menekankan pada pengalaman subjektif-transendental, berbeda dengan psikologi Islam yang bersifat subjektif-objektif-transenden. Dalam pandangan aspek menurut al-Quran aspek ini termasuk ke dalam aspek ruhaniah.



         





BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Psikologi Islam adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia melalui tingkah lakunya dalam berhubungan dengan alam, manusia, dan Tuhannya berdasarkan konsep ajaran Islam (al-Quran dan Hadist). Lahirnya psikologi Islam terjadi karena adanya persentuhan agama dengan ilmu psikologi, perkembangan tentang ilmu psikologi pun semakin berkembang, sehingga mendorong umat Muslim untuk membentuk ilmu baru yang berkaitan dengan psikologi yang berlandaskan ajaran agama Islam, yaitu Psikologi Islam. Psikologi Islam ini muncul juga karena pembauran dengan Psikologi Barat namun berlandaskan agama Islam. Sesuai konsep dalam Psikologi Islam, manusia mempunyai tiga aspek: aspek Jismiah (badan), aspek Nafsiah (al-nafsu, al-‘aql, al-qalb), dan aspek Ruhaniah (al-rūḥ, al-fiṭrah). Berbeda dengan Psikologi Barat yang terdiri dari aliran-aliran, yaitu psikologi fisiologi (fisik), psikoanalisa, behaviorisme, psikologi humanistik, dan psikologi transpersonal.
    


DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2013. “Pengertian Psikologi Islam”. Dalam http://www.referensimakalah.com/ 2013/03/pengertian-psikologi-islam.html di akses 10 September 2014 pukul 09.45
Baharuddin. 2007. Paradigma Psikologi Islam: Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bastaman, Hanna Djumhana. 1997. Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2002. Nuansa-Nuansa Psikologi   Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Nizar, Hayati. “Prospek Psikologi Islam”.
Saputri, Rafi. 2009. Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern. Jakarta: Rajawali Pers.
Shaleh, Abdul Rahman. 2008. Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam.     ed.I. Jakarta: Kencana.




[1] Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 1.
[2] Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (dengan perubahan), (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 5-7.

[3]Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997) hlm. 228.
[4] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) hlm. 05.
[5] Ibid.
[6] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam:Sudi tentang Elemen Psikologi dari Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 64.

4 komentar: